FADLI DALVIN
Islam dan Kesehatan dalam Kehidupan Sehari-hari
468x60 ads
Friday, 26 September 2014
Memotong kuku saat sakit, berbahayakah?
Selamat malam semua, kali ini saya akan membahasan perihal memotong kuku saat sakit dari kacamata medis sesuai dengan pemahaman saya. Berbahayakah? Mari kita bahas bersama,,,
Sering kali kita mendengar atau melihat orang yang sakit, terutama yang sakit dengan gejala berat (demam tinggi, infeksi, lemah badan, dsb) dilarang untuk memotong kuku. Biasanya yang melarang adalah orang-orang tua yang masih menjaga adat kebiasaan setempat, namun tak jarang juga dari kalangan anak muda. Alasannya pun beragam, mulai dari sakitnya susah sembuh, sakitnya tambah berat, sakitnya mudah kambuh lagi dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana bila realita ini dilihat melalui kacamata medis?
Pertama kita harus pahami dulu apa itu kuku dan fungsi kuku. Kuku pada manusia sama dengan cakar, tanduk, atau cula pada hewan. Kuku berasal dari sel kulit yang berdiferensiasi membentuk lapisan keratin yang keras. Fungsi kuku yang utama adalah melindungi ujung jari tangan dan kaki.
Fungsinya yang lain adalah meningkatkan sensitivitas ujung jari saat menyentuh atau menekan.
Gambar anatomi kuku
Dari gambar anatomi kuku di atas dapat kita lihat bahwa kuku tak berbeda jauh dengan kulit yang memiliki lapisan sel muda (nail root yang tertutup cuticle), jaringan fungsional yang terpapar dunia luar (nail plate), dan lapisan sel mati (free edge). Kuku yang dipotong adalah pada bagian lapisan sel mati (free edge) yang pada kulit sama halnya dengan lapisan kulit ari (epidermis) yang akan mengelupas setiap hari.
Jadi dari beberapa penjabaran singkat di atas secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa memotong kuku saat sakit tidak akan memperparah kondisi sakit orang tersebut, malah sebaliknya apabila kita membiarkan kuku panjang tidak terawat akan menjadi tempat subur untuk tumbuhnya kuman penyakit yang justru akan memperberat kondisi sakit atau menambah penyakit pada orang tersebut.
Semoga bermanfaat.
Tuesday, 9 September 2014
Akut dan Kronis
Sering kali masyarakat awam salah kaprah dalam menggunakan dua istilah ini. Melalui tulisan ini saya akan mencoba memberikan penjelasan tentang pemakaian istilah akut dan kronis dalam mendeskripsikan sebuah penyakit atau kelainan tubuh menurut kapasitas saya.
Istilah akut mendeskripsikan sebuah kondisi di mana tanda dan gejala dari suatu penyakit muncul secara mendadak (onset cepat), berlangsung dalam waktu singkat (biasanya kurang dari 2 minggu), dan memiliki derajat keparahan yang tinggi bahkan tidak jarang merupakan kondisi kegawatdaruratan yang harus ditangani segera. Contoh: demam, penyakit infeksi, trauma. Istilah akut tidak sesuai apabila digunakan untuk menyebutkan kondisi suatu penyakit yang berlangsung lama dan bersifat progresif (memburuk secara perlahan), karena kedua ciri tersebut (berlangsung lama dan progresif) adalah ciri khas dari kondisi kronis.
Titik berat perbedaan antara akut dan kronis adalah waktu, yakni akut adalah kondisi sakit < 2 minggu, sedangkan kronis adalah kondisi sakit >= 2 minggu. Akan tetapi, tidak semua penyakit yang diderita kurang dari 2 minggu saja yang tergolong akut. Ada beberapa penyakit yang bisa jadi sudah diderita selama bertahun-tahun dapat pula disebutkan dengan menggunakan istilah akut. Contoh: Asma Bronchiale eksaserbasi akut (asma merupakan penyakit kronis karena berlangsung lama dan dapat memburuk secara progresif, akan tetapi saat ASMA KAMBUH pada kondisi inilah asma dikatakan dalam fase eksaserbasi akut).
Kebanyakan penyakit akut bila tidak ditangani dengan baik akan masuk ke dalam tahap kronis yang cenderung sulit untuk disembuhkan. Meskipun demikian, ada pula penyakit yang memiliki istilah akut dan kronis, namun tidak memiliki keterkaitan. Contoh: AML (Acute Myeloblastic Leukemia) dan CML (Chronic Myeloblastic Leukemia), kedua penyakit tersebut adalah penyakit yang berbeda meskipun sepintas terlihat sama dan AML seandainya tidak ditangani dengan baik tidak akan berubah menjadi CML.
Untuk lebih mudahnya, saya akan coba meringkas ciri dari kondisi akut dan kronis agar anda dapat lebih tepat menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari:
Akut: onset cepat/ mendadak, berlangsung dalam waktu singkat (biasanya < 2 minggu), gejala hebat/ sangat berat dan kadang mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan cepat.
Kronis: onset lambat dan bertahap (progresif), berlangsung dalam waktu lama (> 2 minggu), dapat tidak memunculkan gejala, gejala ringan atau berat.
Semoga bermanfaat :)
Thursday, 4 September 2014
Ondine’s Curse
Dalam legenda orang
Jerman, disebutkan ada sejenis peri air bernama Ondine yang jatuh cinta kepada
seorang ksatria. Suatu ketika Ondine menemukan ksatria tersebut selingkuh. Dia
menjadi sangat marah dan mengutuk sang ksatria. Ondine berkata,”Kau berjanji untuk setia mencintaiku
dengan setiap hembusan napasmu (waking breath), dan kini aku menagih janjimu
tersebut. Selama kau terjaga kau masih memiliki napasmu, namun saat kau
tertidur, napasmu akan aku ambil dan kau akan mati.”
Konsekuensinya, sang
ksatria harus terus “ingat bernapas” dan dia tak boleh tidur jika dia tidak
ingin mati lemas, namun pada akhirnya dia akan mati kecapaian (karena tidak
tidur).
Ada sebagian orang menderita
penyakit yang disebut Ondine’s curse (kutukan Ondine), yakni fungsi pernapasan
autonom tidak bekerja yang biasanya disebabkan oleh kerusakan brainstem karena
poliomyelitis, kecelakaan saat pembedahan medula spinalis, atau karena kelainan
bawaan genetik (kongenital). Korban dari Ondine’s curse harus terus “ingat bernapas”
dan tak dapat tidur tanpa bantuan ventilator mekanik.
Lukisan Ondine oleh John William Waterhouse (1849 - 1917)
Syukurilah setiap hirupan
dan hembusan napas yang Allah berikan kepada kita meski rasa syukur kita tak
akan pernah mampu menandingi nikmat yang Allah berikan kepada kita karena
nikmat terbesar hanya bisa kita rasakan saat kita kehilangan (dicabut) nikmat
tersebut.
Sumber: Saladin - Anatomy &
Physiology - The Unity of Form and Function, 3rd edition.
Situs Inversus and Anatomi luar biasa lainnya
Pada kebanyakan
orang, organ limpa, pankreas, colon sigmoid, dan sebagian besar jantung ada di
sebelah kiri, sedangkan appendix (umbai cacing), kantung empedu, dan sebagian
besar hati (liver) ada si sebelah kanan. Susunan normal organ - organ visceral
ini disebut situs solitus. Namun,
sekitar 1 dari 8000 orang terlahir dengan abnormalitas yang disebut situs
inversus, yakni posisi organ – organ di dalam rongga dada dan abdomen terbalik
antara kanan dan kiri (yang normalnya berada di kanan posisinya menjadi di kiri
dan yang normalnya di kiri posisinya menjadi di kanan). Jika hanya jantung saja
yang mengalami kelainan ini (selective rightleft reversal of the heart) disebut
dextrocardia. Kelainan anatomis lainnya adalah situs perversus, yakni hanya satu organ yang posisinya
tidak normal. Contohnya, ginjal berada rendah di rongga pelvis sedangkan
normalnya berada di rongga abdomen.
(Gambaran radiologis seseorang dengan dektrokardia, pada gambar tampak apex cardia menghadap ke kanan)
Kondisi
incomplete situs inversus seperti dextrocardia dapat berakibat pada masalah
kesehatan yang serius. Sebaliknya, complete situs inversus biasanya tidak
mengakibatkan masalah fungsional karena meskipun seluruh organ visceral
terbalik (reversed) posisinya, organ – organ tersebut tetap menjaga hubungan
normal satu sama lainnya. Situs inversus dapat (jarang) ditemukan pada bayi dengan
pencitraan sonography, namun kebanyakan orang tetap tak peduli dengan kondisi
mereka selama beberapa dekade hingga kondisi ini diketahui melalui medical
imaging, pemeriksaan fisik atau saat pembedahan. kondisi semacam ini penting
bahkan wajib diketahui terutama untuk penegakan diagnosa kerja dari appendicitis,
pelaksanaan operasi bedah kantung empedu, interpretasi foto X-ray, atau
auskultasi katup jantung.
Sumber: Saladin
- Anatomy & Physiology - The Unity of Form and Function, 3rd edition
The Disorder of Love
Ibnu Sina mendeskripsikan love disorder sebagai sebuah obsessive
disorder yang mirip gejala depresi berat, yakni pikiran pasien terbebani dengan
gambaran-gambaran imajinasi dan pemikiran yang obsesif. Secara fisik, penyakit
(disease) ini memiliki ciri pasien nampak kurang terawat, mata cekung dan
kering, kedipan mata berulang kali, dan tertawa berlebihan dengan kadang-kadang
menangis. Perubahan cardiopulmonary mungkin ada seperti napas cepat dan
terhambat (rapid and paused breathing), mudah berkeringat, dan detak nadi
irreguler. Biasanya ada gejala gangguan tidur dan prilaku. Gangguan ini mungkin
muncul sebagai depresi, mania, dan gangguan tingkah laku yang membutuhkan
pengobatan yang spesifik.
Ibnu Sina berpendapat bahwa identifikasi seseorang yang dicintai
merupakan dasar penatalaksanaan pasien dengan love disorder. Cara diagnosisnya,
sejumlah nama harus disebutkan dengan tetap mencatat/ memonitor detak jantung
pasien. Perubahan pada kualitas detak jantung (pulse rate and quality) saat
disebutkan nama yang sesuai mungkin mengindikasikan nama seseorang yang
dicintai oleh pasien. Tes juga harus diulang dengan menyebutkan nama – nama
gelar, pekerjaan, tempat, dan kota yang kemungkinan besar berhubungan dengan
nama orang yang dicintai pasien untuk menemukan orang yang diduga menjadi
etiologi penyakit pasien. Tes detak jantung dan nama ini adalah contoh klasik
reaksi psikosomatik (mental atau jiwa dapat mempengaruhi tubuh). Ibnu Sina merekomendasikan
dokter agar berusaha memastikan terjadinya pernikahan yang sah antara pasien
dan sang kekasih bila diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Jika hal ini tak
dapat dilakukan, maka pilihan lain harus segera diambil seperti:
- Pasien dipancing agar mencintai orang lain sehingga dia dapat melupakan orang yang menjadi penyebab dia sakit.
- Menyalahkan dan mengejek kadang-kadang berhasil.
- Diskusi dengan pasien berprilaku manic dan obsesif terkait penyakitnya juga berguna.
- Pasien terus dibuat sibuk dengan perjuangan dan konflik dengan orang lain untuk mengalihkan perhatiannya.
- Pasien diajak beraktivitas di luar ruangan
- Mengadukan/ memberitahu orang yang dicintai pasien terkait perasaan pasien kepadanya mungkin bermanfaat, namun juga dapat berakibat negatif.
Deskripsi dari love disorder termasuk ciri-ciri dari gangguan
mood, kecemasan, prilaku, dan obsessive-compulsive disorder. Ibnu sina membedakannya
secara bijak dengan gangguan mood dan kecemasan berat, meskipun beliau
memberikan catatan bahwa love disorder mungkin mirip dengan gangguan – gangguan
tersebut. Ibnu Sina sangat banyak berkontribusi dalam pengobatan psikosomatis
melalui deskripsi - deskripsi baru beliau tentang macam-macam gangguan
psikiatri dan hubungannya dengan tubuh (body physic).
Sumber: “Al-Qanun fi al-Tibb” (The Canons of Medicine) karya Abu
Ali al-Hussain ibn Abdallah ibn Sina (A.D. 980–1037), lebih dikenal
dengan nama Ibnu Sina di Timur atau Avicenna di Barat
Subscribe to:
Posts (Atom)