Friday, 26 September 2014

Anatomi

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur organisme hidup.

Memotong kuku saat sakit, berbahayakah?

Selamat malam semua, kali ini saya akan membahasan perihal memotong kuku saat sakit dari kacamata medis sesuai dengan pemahaman saya. Berbahayakah? Mari kita bahas bersama,,,

Sering kali kita mendengar atau melihat orang yang sakit, terutama yang sakit dengan gejala berat (demam tinggi, infeksi, lemah badan, dsb) dilarang untuk memotong kuku. Biasanya yang melarang adalah orang-orang tua yang masih menjaga adat kebiasaan setempat, namun tak jarang juga dari kalangan anak muda. Alasannya pun beragam, mulai dari sakitnya susah sembuh, sakitnya tambah berat, sakitnya mudah kambuh lagi dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana bila realita ini dilihat melalui kacamata medis?

Pertama kita harus pahami dulu apa itu kuku dan fungsi kuku. Kuku pada manusia sama dengan cakar, tanduk, atau cula pada hewan. Kuku berasal dari sel kulit yang berdiferensiasi membentuk lapisan keratin yang keras. Fungsi kuku yang utama adalah melindungi ujung jari tangan dan kaki.
Fungsinya yang lain adalah meningkatkan sensitivitas ujung jari saat menyentuh atau menekan.

Gambar anatomi kuku

Dari gambar anatomi kuku di atas dapat kita lihat bahwa kuku tak berbeda jauh dengan kulit yang memiliki lapisan sel muda (nail root yang tertutup cuticle), jaringan fungsional yang terpapar dunia luar (nail plate), dan lapisan sel mati (free edge). Kuku yang dipotong adalah pada bagian lapisan sel mati (free edge) yang pada kulit sama halnya dengan lapisan kulit ari (epidermis) yang akan mengelupas setiap hari. 

Jadi dari beberapa penjabaran singkat di atas secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa memotong kuku saat sakit tidak akan memperparah kondisi sakit orang tersebut, malah sebaliknya apabila kita membiarkan kuku panjang tidak terawat akan menjadi tempat subur untuk tumbuhnya kuman penyakit yang justru akan memperberat kondisi sakit atau menambah penyakit pada orang tersebut.

Semoga bermanfaat.

Tuesday, 9 September 2014

Akut dan Kronis

Sering kali masyarakat awam salah kaprah dalam menggunakan dua istilah ini. Melalui tulisan ini saya akan mencoba memberikan penjelasan tentang pemakaian istilah akut dan kronis dalam mendeskripsikan sebuah penyakit atau kelainan tubuh menurut kapasitas saya.

Istilah akut mendeskripsikan sebuah kondisi di mana tanda dan gejala dari suatu penyakit muncul secara mendadak (onset cepat), berlangsung dalam waktu singkat (biasanya kurang dari 2 minggu), dan memiliki derajat keparahan yang tinggi bahkan tidak jarang merupakan kondisi kegawatdaruratan yang harus ditangani segera. Contoh: demam, penyakit infeksi, trauma. Istilah akut tidak sesuai apabila digunakan untuk menyebutkan kondisi suatu penyakit yang berlangsung lama dan bersifat progresif (memburuk secara perlahan), karena kedua ciri tersebut (berlangsung lama dan progresif) adalah ciri khas dari kondisi kronis.
Titik berat perbedaan antara akut dan kronis adalah waktu, yakni akut adalah kondisi sakit < 2 minggu, sedangkan kronis adalah kondisi sakit >= 2 minggu. Akan tetapi, tidak semua penyakit yang diderita kurang dari 2 minggu saja yang tergolong akut. Ada beberapa penyakit yang bisa jadi sudah diderita selama bertahun-tahun dapat pula disebutkan dengan menggunakan istilah akut. Contoh: Asma Bronchiale eksaserbasi akut (asma merupakan penyakit kronis karena berlangsung lama dan dapat memburuk secara progresif, akan tetapi saat ASMA KAMBUH pada kondisi inilah asma dikatakan dalam fase eksaserbasi  akut).
Kebanyakan penyakit akut bila tidak ditangani dengan baik akan masuk ke dalam tahap kronis yang cenderung sulit untuk disembuhkan. Meskipun demikian, ada pula penyakit yang memiliki istilah akut dan kronis, namun tidak memiliki keterkaitan. Contoh: AML (Acute Myeloblastic Leukemia) dan CML (Chronic Myeloblastic Leukemia), kedua penyakit tersebut adalah penyakit yang berbeda meskipun sepintas terlihat sama dan AML seandainya tidak ditangani dengan baik tidak akan berubah menjadi CML.

Untuk lebih mudahnya, saya akan coba meringkas ciri dari kondisi akut dan kronis agar anda dapat lebih tepat menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari:

Akut: onset cepat/ mendadak, berlangsung dalam waktu singkat (biasanya < 2 minggu), gejala hebat/ sangat berat dan kadang mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan cepat.

Kronis: onset lambat dan bertahap (progresif), berlangsung dalam waktu lama (> 2 minggu), dapat tidak memunculkan gejala, gejala ringan atau berat.

Semoga bermanfaat :)

Thursday, 4 September 2014

Ondine’s Curse

Dalam legenda orang Jerman, disebutkan ada sejenis peri air bernama Ondine yang jatuh cinta kepada seorang ksatria. Suatu ketika Ondine menemukan ksatria tersebut selingkuh. Dia menjadi sangat marah dan mengutuk sang ksatria. Ondine  berkata,”Kau berjanji untuk setia mencintaiku dengan setiap hembusan napasmu (waking breath), dan kini aku menagih janjimu tersebut. Selama kau terjaga kau masih memiliki napasmu, namun saat kau tertidur, napasmu akan aku ambil dan kau akan mati.”
Konsekuensinya, sang ksatria harus terus “ingat bernapas” dan dia tak boleh tidur jika dia tidak ingin mati lemas, namun pada akhirnya dia akan mati kecapaian (karena tidak tidur).
Ada sebagian orang menderita penyakit yang disebut Ondine’s curse (kutukan Ondine), yakni fungsi pernapasan autonom tidak bekerja yang biasanya disebabkan oleh kerusakan brainstem karena poliomyelitis, kecelakaan saat pembedahan medula spinalis, atau karena kelainan bawaan genetik (kongenital). Korban dari Ondine’s curse harus terus “ingat bernapas” dan tak dapat tidur tanpa bantuan ventilator mekanik.

Lukisan Ondine oleh John William Waterhouse (1849 - 1917)

Syukurilah setiap hirupan dan hembusan napas yang Allah berikan kepada kita meski rasa syukur kita tak akan pernah mampu menandingi nikmat yang Allah berikan kepada kita karena nikmat terbesar hanya bisa kita rasakan saat kita kehilangan (dicabut) nikmat tersebut.

Sumber: Saladin - Anatomy & Physiology - The Unity of Form and Function, 3rd edition.

Situs Inversus and Anatomi luar biasa lainnya

Pada kebanyakan orang, organ limpa, pankreas, colon sigmoid, dan sebagian besar jantung ada di sebelah kiri, sedangkan appendix (umbai cacing), kantung empedu, dan sebagian besar hati (liver) ada si sebelah kanan. Susunan normal organ - organ visceral ini disebut situs solitus. Namun, sekitar 1 dari 8000 orang terlahir dengan abnormalitas yang disebut situs inversus, yakni posisi organ – organ  di dalam rongga dada dan abdomen terbalik antara kanan dan kiri (yang normalnya berada di kanan posisinya menjadi di kiri dan yang normalnya di kiri posisinya menjadi di kanan). Jika hanya jantung saja yang mengalami kelainan ini (selective rightleft reversal of the heart) disebut dextrocardia. Kelainan anatomis lainnya adalah situs perversus, yakni hanya satu organ yang posisinya tidak normal. Contohnya, ginjal berada rendah di rongga pelvis sedangkan normalnya berada di rongga abdomen.

(Gambaran radiologis seseorang dengan dektrokardia, pada gambar tampak apex cardia menghadap ke kanan)


Kondisi incomplete situs inversus seperti dextrocardia dapat berakibat pada masalah kesehatan yang serius. Sebaliknya, complete situs inversus biasanya tidak mengakibatkan masalah fungsional karena meskipun seluruh organ visceral terbalik (reversed) posisinya, organ – organ tersebut tetap menjaga hubungan normal satu sama lainnya. Situs inversus dapat (jarang) ditemukan pada bayi dengan pencitraan sonography, namun kebanyakan orang tetap tak peduli dengan kondisi mereka selama beberapa dekade hingga kondisi ini diketahui melalui medical imaging, pemeriksaan fisik atau saat pembedahan. kondisi semacam ini penting bahkan wajib diketahui terutama untuk penegakan diagnosa kerja dari appendicitis, pelaksanaan operasi bedah kantung empedu, interpretasi foto X-ray, atau auskultasi katup jantung.

Sumber: Saladin - Anatomy & Physiology - The Unity of Form and Function, 3rd edition

The Disorder of Love

Ibnu Sina mendeskripsikan love disorder sebagai sebuah obsessive disorder yang mirip gejala depresi berat, yakni pikiran pasien terbebani dengan gambaran-gambaran imajinasi dan pemikiran yang obsesif. Secara fisik, penyakit (disease) ini memiliki ciri pasien nampak kurang terawat, mata cekung dan kering, kedipan mata berulang kali, dan tertawa berlebihan dengan kadang-kadang menangis. Perubahan cardiopulmonary mungkin ada seperti napas cepat dan terhambat (rapid and paused breathing), mudah berkeringat, dan detak nadi irreguler. Biasanya ada gejala gangguan tidur dan prilaku. Gangguan ini mungkin muncul sebagai depresi, mania, dan gangguan tingkah laku yang membutuhkan pengobatan yang spesifik.

Ibnu Sina berpendapat bahwa identifikasi seseorang yang dicintai merupakan dasar penatalaksanaan pasien dengan love disorder. Cara diagnosisnya, sejumlah nama harus disebutkan dengan tetap mencatat/ memonitor detak jantung pasien. Perubahan pada kualitas detak jantung (pulse rate and quality) saat disebutkan nama yang sesuai mungkin mengindikasikan nama seseorang yang dicintai oleh pasien. Tes juga harus diulang dengan menyebutkan nama – nama gelar, pekerjaan, tempat, dan kota yang kemungkinan besar berhubungan dengan nama orang yang dicintai pasien untuk menemukan orang yang diduga menjadi etiologi penyakit pasien. Tes detak jantung dan nama ini adalah contoh klasik reaksi psikosomatik (mental atau jiwa dapat mempengaruhi tubuh). Ibnu Sina merekomendasikan dokter agar berusaha memastikan terjadinya pernikahan yang sah antara pasien dan sang kekasih bila diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Jika hal ini tak dapat dilakukan, maka pilihan lain harus segera diambil seperti:

  • Pasien dipancing agar mencintai orang lain sehingga dia dapat melupakan orang yang menjadi penyebab dia sakit.
  • Menyalahkan dan mengejek kadang-kadang berhasil.
  • Diskusi dengan pasien berprilaku manic dan obsesif terkait penyakitnya juga berguna.
  • Pasien terus dibuat sibuk dengan perjuangan dan konflik dengan orang lain untuk mengalihkan perhatiannya.
  • Pasien diajak beraktivitas di luar ruangan
  • Mengadukan/ memberitahu orang yang dicintai pasien terkait perasaan pasien kepadanya mungkin bermanfaat, namun juga dapat berakibat negatif.

Deskripsi dari love disorder termasuk ciri-ciri dari gangguan mood, kecemasan, prilaku, dan obsessive-compulsive disorder. Ibnu sina membedakannya secara bijak dengan gangguan mood dan kecemasan berat, meskipun beliau memberikan catatan bahwa love disorder mungkin mirip dengan gangguan – gangguan tersebut. Ibnu Sina sangat banyak berkontribusi dalam pengobatan psikosomatis melalui deskripsi - deskripsi baru beliau tentang macam-macam gangguan psikiatri dan hubungannya dengan tubuh (body physic).


Sumber: “Al-Qanun fi al-Tibb” (The Canons of Medicine) karya Abu Ali al-Hussain ibn Abdallah ibn Sina (A.D. 980–1037), lebih dikenal dengan nama Ibnu Sina di Timur atau Avicenna di Barat